BANTUAN DATANG PASCA BANDANG


Siaran pers
(WALHI, Ulayat Bengkulu, Yayasan Genesis Bengkulu, forum Pengurangan Risiko Bencana Propinsi Bengkulu dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bengkulu)

Luas wilayah kabupaten Kaur 2.369,05 km. 60,5 % nya adalah kawasan hutan. Hal ini sangat bermanfaat bagi warga kabupaten Kaur. Kawasan hutan ini menjadi hulu dari beberapa sungai besar. Jika pemanfaatan sumber daya berlangsung secara teratur, keseimbangan alam dan fungsi-fungsi alamiah menjadi tidak terganggu di dalam ekosistem hutan.

Sumber daya hutan yang bisa langsung dimanfaatkan oleh warga adalah hasil hutan baik kayu maupun non kayu yang secara pemanfaatannya tidak melebihi pertumbuhannya, akan tetap menjaga fungsi kawasan tersebut.

Menurut WALHI Bengkulu implementasi peraturan perundang-undangan hanya sebatas jargon. Hal ini dapat memicu penurunan fungsi atau daya dukung kawasan yang menyebabkan terjadinya bencana ekologis. Intensitas bencana banjir dan longsor yang semakin meningkat itu berbanding lurus dengan meningkatnya ekspansi atau perluasan investasi pertambangan dan perkebunan sawit.

Banjir Bandang.
Berdasarkan informasi tim investigasi FPRB Bengkulu di lapangan menyatakan bahwa ada 23 rumah yang dinyatakan rusak parah, sementara yang lain berada pada kondisi masih dapat dihuni walau harus ada perbaikan disana-sini.

Pemerintahan mulai dari BPBD, Camat, Polsek, Sekda dan beberapa pemangku lainnya berdatangan untuk melakukan pembantuan. Proses pembantuan ini berjalan sporadis tanpa adanya komando dari pihak manapun, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Kaur melakukan kerja-kerja yang baik dalam mengkoordinasikan semua proses pembantuan ini.

Warga juga secara mandiri mulai membersihkan rumahnya masing-masing dan memperbaiki seperlunya agar dapat kembali dihuni. Optimisme tetap muncul dimata mereka bahwa bencana ekologis ini tidak akan mampu melumpuhkan semangat mereka untuk tetap berjuang dalam menjalankan aktivitas guna menunjang penghidupan.

Ruang informasipun hampir dapat dikatakan penuh dengan pemberitaan, semua media mengabarkan tentang kejadian ini dan Hampir semua pembaca menyatakan duka atas bencana yang terjadi.

Apa yang menjadi penyebab banjir bandang yang meluluh lantakan desa ini?
Forum Pengurangan Risiko Bencana menyatakan bahwa faktor utama yang menjadi penyebab kerusakan ini adalah rendahnya kemampuan kawasan hutan terbatas (HPT) Bukit Kumbang dalam menahan curahan air hujan yang menguyur wilayah dalam beberapa hari sebelum banjir datang. Bukit kumbang dengan luasan 10.732,91 ha, berada pada keadaan kritis. Fungsi ekologisnya sebagai hulu sungai air nasal, air sawang dan air sambat sudah tidak mampu berfungsi secara optimal.

Dalam sejarahnya tepat pada 1987 wilayah ini juga mengalami banjir bandang. Analisa ekologis yang menjadi penyebab bandang pada waktu itu adalah sejak awal tahun 70an, bisnis kayu mulai berkembang di Indonesia dan HPT Bukit Kumbang juga tidak luput dari bisnis tersebut.

Paska bandang tahun 1987 aktivitas logging di Bukit kumbang dapat dikatakan tergolong minim, baru pada tahun 2002  beberapa HPH (kini IUPHK) seperti kasus PT Semaku jaya Sakti dan PT Sirlando Reksa utama yang berperan sebagai kontraktor lapangan bekerja dikawasan ini.

Dalam perjalanannya berdasarkan temuan dan investigasi yayasan Ulayat Bengkulu yang kemudian dipublikasikan pada tahun 2003 menyatakan bahwa PT. Semaku Jaya Sakti yang juga merupaka BUMD ini telah melakukan pelanggaran hukum dengan melakukan logging di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, sementara konsesinya berada di kawasan HPT Bukit Kumbang. Bukit Kumbang sendiri berdasarkan investigasi pada waktu itu sudah tidak memiliki tegakan kayu dengan kualitas bagus.

Fakta kondisi HPT Bukit Kumbang yang berbatasan langsung dengan lahan proyek pemukiman angkatan laut (prokimal) dan HGU PT.Ciptamas Bumi Selaras (CBS) membuka cela penghancuran Bukit Kumbang. Berdasarkan hasil wawancana yayasan Genesis Bengkulu dengan masyarakat desa Tanjung Aur bahwa aktivitas logging masih terus berlangsung. Bahkan pengangkutan hasil logging dilakukan dengan jhon dere (alat berat) milik PT. CBS, anak perusahaan Ciputra group. Dapat dipastikan setiap minggu kayu ini keluar dari kawasan bukit kumbang sebagai wilayah asal kayu.

Dengan analisa perubahan dan kecenderungan maka dapat dinyatakan bahwa 1970-1987, dalam kurun waktu 17 tahun mulai dari ekploitasi sampai titik nol kemampuan daya dukung lingkungan telah menyebabkan bencana ekologis. 2002 -2016, dalam kurun waktu 14 tahun kembali terjadi posisi titik nol daya dukung lingkungan. Fakta tak terbantahkan ini harusnya memposisikan pemangku kepentingan terutama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada level nasional, dinas kehutanan pada level provinsi dan kabupaten adalah kelompok yang paling bertanggungjawab atas kejadian banjir bandang di kecamatan Nasal kabupaten Kaur. Karena sejatinya mereka tidak mampu mengelola kawasan yang sudah menjadi tanggungjawab mereka.

Berdasarkan fakta dan kondisi mutahir HPT Bukit Kumbang dimana negara (pemerintah) mulai dari level nasional hingga kabupaten dipandang tidak mampu menjaga da melestarikan kawasan tersebut, sistem hutan kerakyatan atau yang saat ini disebut Pengelolahan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) dapat menjadi resolusi dalam pemastian keselamatan HPT Bukit Kumbang.


##########################################

Tidak ada komentar:

Posting Komentar