Gambar. Pesisir Pulau Enggano sumber.www.auretasblog.net |
Hari ini,
senin 5 Oktober 2015, tiga orang perwakilan masyarakat kecamatan Enggano mendatangi kantor WALHI Bengkulu. Kedatangan mereka bertujuan untuk melaporkan aktifitas
tambang pasir ilegal yang diduga dilakukan oleh PT. Kalapa Satangkal Makmur Sejahtera
di desa Kaana Kecamatan Enggano. Perusahaan ini telah beroperasi sejak bulan Agustus
2015 yang lalu, untuk pembangunan sarana dan prasarana transmigrasi sebanyak
100 unit dan fasitlitas pendukungnya di Desa Malakoni.
PT. Kalapa
Satangkal Makmur Sejahtera menggunakan alat berat buldoser untuk mengambil pasir
dan telah merusak ekosistem peisisir di desa Kaa’ana. Sudah setengah hektar
kawasan pesisir dan ekosistemn mangrove di desa kaa’na dijadikan kawasan
tambang pasir. Akibatnya beberapa tanaman mangrove tumbang dan banyak
lobang-lobang bekas galian tambang pasir. Selain itu proyek ini juga
menggunakan truk plat merah yang diduga milik dinas Pekerjaan Umum Provinsi
Bengkulu untuk mengangkut material.
Prontir
Kaono warga desa Malakoni yang juga menjabat sebagai seketaris Yayasan Karya
Enggano, lembaga yang bergerak di bidang kemasarakatan dan lingkungan menyampaikan
bahwa masyarakat desa Kaa’na menolak adanya aktifitas penambangan pasir di
wilayah desa Ka’ana.
Aktifitas pertambangan
pasir ini telah merusak lingkungan dan ekosistem mangrove di desa Ka’ana.
Ekosistem mangrove sangat penting dijaga kelestariannya karena mampu menahan
laju abrasi. Jika pasir yang ada di ekosistem mangrove dikeruk dan diambil maka
ekosistem mangrove tersebut akan rusak. Terbukti dengan banyaknya mangrove yang
telah tumbang di wilayah dan sekitar tambang tersebut.
Pada tahun 90an
luas wilayah daratan Pulau Enggano
45.000, namun pada tahun 2010 tersisa hanya 39.000 ha. Aktifitas galian pasir
akan memperparah kerusakan dan mempercepat berkurangnya luas daratan enggano,
khususnya di desa Ka’ana.
Bulan September
yang lalu Prontir mendatangi RB, untuk menyampaikan kejadian ini. Sehari setelah
kehadiran Prontir ke RB, laporan tersebut di muat di koran RB. Tidak lama setelah
berita dimuat, Camat, Polsek dan Koramil Kecamatan Enggano melakukan sidak ke
lokasi galian tambang pasir di Desa Ka’ana. Setelah sidak ini aktifitas tambang
sudah berkurang. Perusahaan tidak lagi menggunakan alat berat untuk mengambil
pasir, namun masih beraktitifas pada malam hari, ketika masyarakat tidak banyak
yang melihat dengan menggunakan sekop untuk memasukkan pasir ke dalam truck.
Memang telah
ada perjanjian antara masyarakat dengan pihak kecamatan, Polsek Enggano dan BKSDA
yaitu pada bulan april 2013 yang lalu, bahwa untuk menjaga kelesatarian Pulau
Enggano pembangunan skala besar dengan biaya dia atas 500 juta tidak
menggunakan material pasir dan batu dari Pulau Enggano. Namun kenyataannya proyek
ini yang berjumlah 9 miliyar melakukan pengambilan pasir di Pulau Enggano.
Selain
melaporkan kasus ini ke WALHI Bengkulu masyarakat juga akan melaporkan kejadian
ini ke Polda Bengkulu terkait dengan aktifitas tambang ilegal dan lembaga
perlindungan saksi dan korban. Penting untuk melapor ke LPSK, dalam upaya untuk
mencegah kriminalisasi pihak prusahaan dan orang-orang yang pro perusahaan
terhadap masyarakat penolak tambang pasir besi, belajar dari pengalaman yang
terjadi di Kabupaten Lumajang Jawa Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar