Bengkulu, 14 Agt
2016
Selasa 2 Agustus 2016 Pengadilan
Negeri Tais menetapkan eksekusi terhadap lahan Sahrul Iswandi dengan keputusan Pengadilan
Negeri Tais nomor. 01/Eks/2016/PN.TAS. Eksekusi lahan seluas 5,29 ha tersebut berdasarkan
dimenangkannya lelang HGU eks Way Sebayur oleh PT Sandabi Indah Lestari yang sebelumnya
adalah lahan terlantar yang telah dikuasai oleh rakyat.
Eksekusi direncanakan dilaksanakan
tanggal 11 Agustus 2016, namun dengan pertimbangan perayaan HUT RI yang sudah
dekat dan dengan pertimbangan keamanan dan ketertiban, eksekusi ditunda oleh Pemkab
Seluma. Eksekusi direncanakan akan dilaksanakan kembali setelah 17 Agustus 2016.
Konflik antara masyarakat dengan PT
Sandabi Indah Lestari telah berlangusng cukup lama yaitu sejak tahun 2011.
Selama ini Pemda Seluma maupun BPN Bengkulu tidak mampu menyelesaikan konflik
antara masyarakat dengan PT Sandabi Indah Lestari, hingga keluarlah keputusan PN
Tais mengkeksekusi lahan masyarakat.
Forum Petani Bersatu menolak rencana eksekusi tersebut. Tanggal 11 Agustus 2016 ratusan masyarakat berjaga di lokasi lahan yang akan dieksekusi. Ketua Forum Petani Bersatu, Osian Pakpahan menyampaikan proses eksekusi banyak kerancuan dianratanya :
1. Pelaksanaan eksekusi cenderung dipaksakan, karena tidak mempertimbangan fakta di lapangan.
2. Dalam proses aanmaning terjadi kerancuan. Sahrul Iswandi diminta oleh Pengadilan Negeri Tais untuk menghadiri amaning tanggal 29 maret 2016, namun aanmaning tidak jadi dilakukan padahal Sahrul Iswandi telah hadir dan siap untuk mengikuti aanmaning.
3. Sedangkan hasil Aanmaning yang kedua, yang tertuang dalam berita acara nomor 01/EKS/2016/PN.Tas bahwa Pengadilan Negeri Tais memberikan waktu kepada pemohon dan termohon untuk berunding, namun sampai saat ini perundingan tidak pernah terjadi, selain itu
4. Pengadilan Negeri Tais juga tidak pernah mempertimbangan hak-hak termohon sebagai warga Negara.
Sedangkan Direkutr
WALHI, Bengkulu Beni Ardiansyah menyampaikan bahwa eksekusi tersebut cenderung berpihak kepada pihak
pemodal dan merupakan bukti bahwa
pemerintah tidak mampu melindungi hak-hak rakyat atas tanah/lahan.
Beni melanjutkan, konflik agraria
tidak akan selesai selama masih terdapat ketimpangan pengusaan lahan antara rakyat
dengan pemilik modal. Ruang kelola di Provinsi Bengkulu sebagian besar dikuasai
pemilik modal yang luasannya mencapai 463.964 hektar, terdiri dari HGU dan kuasa pertambangan. Sedangkan
jumlah
penduduk Provinsi Bengkulu mencapai 2 juta jiwa. Jika
dibagi rata setiap masyarakat Bengkulu hanya mampu mengakses kurang dari 0,8 hektare
lahan. Untuk itu harus segera dilakukan peninjauan kembali izin-izin konsesi yang berkonflik dengan masyarakat,tutup
Beni.
Kontak Person
Osian Pakpahan, Ketua FPB : 081278472378
Beni Ardiansyah, Direktur WALHI Bengkulu : 082375088004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar