Cap Jempol Berdarah dan Pengibaran Bendera Raksasa Untuk Tolak Tambang


Gambar. Pengibaran Bendera Raksasa Pada Tiang Pohon Kelapa, Bagian Dari Aksi Penolakan FMRGB Terhadap PT CBS


















Rabu, 13 Juli 2016, Forum Masyarakat Rejang Gunung Bungkuk (FMRGB) melakukan aksi pengibaran bendera raksasa (10x20m) di desa Durian Lebar, Kecamatan Merigi Sakti, Kabupaten Bengkulu Tengah. Kegiatan ini merupakan bagian dari aksi penolakan warga terhadap aktifitas perusahaan tambang batubara dengan system underground PT. Cipta Buana Seraya (PT CBS) yang beroperasi di wilayah desa Lubuk Unen, Kec. Merigi Kelindang, Kab. Bengkulu Tengah. Penolakan dilakukan karena kekhawatiran masyarakat terhadap dampak buruk dari aktifitas pertambangan batubara, yaitu terjadinya kerusakan lingkungan dan pencemaran. Masyarakat belajar dari desa Kota Niur, Kecamatan Taba Penanjung, Bengkulu Tengah yang lahan masyarakatnya banyak yang ambruk akibat aktifitas pertambangan batubara dengan system underground di wilayah desa tersebut. 


Aksi pengibaran bendera dimulai pukul 10.00 WIB dan dihadiri oleh 300an warga dan diiringi dengan menanyikan lagu Indonesia Raya. Bendera dikibarkan pada tiang pohon kelapa dengan ketinggian mencapai 20 meter dan merupakan salah satu bendera terbesar yang pernah ada di Provinsi Bengkulu.

Dalam aksi ini juga dilakukan penggalangan tanda tangan dan cap jempol berdarah. Jika tuntutan warga tidak dipenuhi oleh pemerintah sampai tanggal 20 Juli 2016, maka tanda tangan dan cap jempol berdarah ini akan dikirimkan kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, sebagai laporan warga bahwa telah terjadi pengabaian oleh Pemerintah Daerah terhadap warga yang telah berjuang sampai berdarah-darah menuntut hak atas lingkungan yang baik.

Indra Jaya, Sekretaris Forum Masyarakat Rejang Gunung Bungkuk (FMRGB) menyampaikan bahwa kegiatan ini sebagai wujud bahwa Forum Masyarakat Rejang Gunung Bungkuk (FMRGB) setia dan cinta kepada NKRI dengan berpedoman kepada Pancasila dan UUD 1945 serta cinta damai. FMRGB menuntut pemerintah untuk membuat kebijakan yang adil bagi masyarakat, serta memberikan hak masyarakat yaitu hak atas lingkungan yang baik.

Sementara itu direktur WALHI Bengkulu, Beni Ardiansyah menyampaikan bahwa pemujaan pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dan investasi menjadikan pemerintah abai terhadap hak-hak masyarakat. Padahal Dalam Konsitusi yang tertuang pada UUD 1945 Pasal 28 H Ayat 1, menyebutkan bahwa,”“Setiap orang berhak hidup sejahterah lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Bahwa lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam pasal 28 H UUD 1945. Dengan demikian pengakuan hak atas lingkungan yang baik dan sehat sebagai hak asasi setiap warga Negara di Indonesia dan hak konstitusional bagi setiap warga Negara. Oleh karena itu Negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan.

Kontak Person
Indra Jaya : 085384827873 (FMRGB)

Fery Padli : 082377752229 (WALHI Bengkulu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar