Dokumen Penolakan Pertambangan Pasir Besi PT. Selomoro Banyu Arto


Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kaur Nomor 245 Tahun 2008 tertanggal 15 Januari 2008, PT. Selomoro Banyu Arto mendapatkan kuasa pertambangan eksplorasi pasir besi di kecamatan Maje dengan kode wilayah KW. 08 PKR 004 dengan luas kuasa wilayah pertambangan 179,36 hektar.




Meliputi lima desa:

1. Desa Way Hawang
2. Desa Sukamenanti
3. Desa Tanjung Baru
4. Desa Tanjung Agung
5. Desa Tanjung Beringin

Pada tahap selanjutnya, tanpa sepengetahuan masyarakat telah terbit surat izin eksploitasi pertambangan seluas 48,33 hektar di kawasan Desa Suka Menanti. Dengan SK Bupati Kaur Nomor : 352 Tahun 2009 tentang izin persetujuan peningkatan izin usaha pertambangan eksploasi menjadi izin usaha pertambangan produksi.
Selanjutnya, ditemukan beberapa UU, Peraturan Pemerintah, yang digelar oleh PT. Selomoro Banyu Arto, diantaranya:
1. SK Bupati Kaur No 245 Tahun 2008 tentang pemberian izin kuasapertambangan eksplorasi kepada PT. Selomoro Banyu Arto, berisikan poin menimbang dengan pertmbangan UU No. 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan. Dalam UU ini di tegaskan bahwa Kuasa Pertambangan (KP) tidak boleh meliputi pemukiman penduduk, pemakaman, tempat yang di keramatkan oleh masyarakat dan lain-lain. Namun, Fakta di lapangan pihak perusahaan memasukkan pemukiman penduduk dn pemakaman sebagai areal KP. Ini bias di lihat dalam peta Upaya Pengolaan Lingkungan (UPL) PT. Selomoro Banyu Arto.
2. Pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) terutama akses informasi, hingga saat ini manyoritas masyarakat tidak mengetahui sebelumnya jika di desa mereka akan hadir pertambangan besi. Padahal tegas, dalam aturan PP 27 tahun 1999, UU 11 Tahun 1967, UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba (Mineral dan batubara) pengganti UU No 11 Tahun 1967, dikatakan akses informasi harus di lakukan secara terbuka kepada masyarakat umum.
3. Melanggar UU No 41 Tahun 1999 pasal 50 : “setiap orang dilarang menebang pohon dengan radius: 100 meter dari tepi sungai, 50 meter dari anak sungai, 130 kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah,” saat ini pertambangan (smelter) berada tepat di sungai Air Numan, serta mengubah bentuk pingiran bentang air sungai hingga ke muara.
4. Pelanggaran terhadap HAM yang meliputi tercabutnya hak atas hidup, hak atas akses sumber pendapatan masyarakat, hak atas lingkungan hidup yang sehat, hak untuk bebas dari ancaman, Karena, dengan hadirnya perusahaan tambang telah menimbulkan kecemasan di tengah masyarakat, timbulnya cemas akan banjir. abrasi, ancaman tsunami, serta rusaknya Air Sungai Numan yang merupakan sumber masyarakat setempat menggantung hidup untuk mencari ikan, udang dan kepiting.
5. Pelanggaran UU Migas No 22 Tahun 2001 pasal 23 ayat 1 dan 2. karena di duga mereka tidak memiliki izin pengangkutan izin usaha penyimpanan. Diduga juga selama ini mereka menggunakan BBM bersubsidi yang diangkut menggunakan drum dengan mobil angkutan barang untuk usaha pertambangan.
6. Warga tidak mengetahui jika selanjutnya telah terbit izin eksploitasi, pada UU 11 Tahun 1967, PP 27 tahun 1999 tegas menyatakan keterbukaan informasi kepada masyarakat setempat.

Saat ini dapat dilihat dari areal lahan dengan menggunakan bulldozer, excavator, kapal pontoon, mengubah bentang alam sepinggiran sungai, membendung Sungai Air Numan dengan tumpukan pasir yang ditaruh di dalam karung, sehingga pada hari Kamis 12 November 2009 terjadi banjir akibat dibendungnya sungai untuk pontoon penggeruk pasir, puluhan hektar sawah, kebun warga terendam, 10 unit usaha pembuatan bata dan genteng, serta kolam udang dan ikan ikut pula terendam. Warga mengaku menderita kerugian ratusan juta rupiah. Tidak hanya itu banjir juga meredam jalan lintas Bengkulu-Lampung.

Imbas dari pertambangan tersebut telah banyak merugikan dan meresahkan warga 5 desa meliputi:
1. Rusaknya Sungai Air Numan karena di bendung untuk kapal pontoon mengeruk pasir, mengakibatkan hilangnya ikan, kepitinng, udang, yang merupakan sumber matapencaharian masyarakat secara turun temurun.
2. Hilangnya hak warga desa atas akses mereka untuk mencari ikan, kepiting, udang di Sungai Air Numman, karena mereka di larang mencari ikan di sungai tersebut oleh perusahaan. Jika meraka mendekati lokasi tambang, mereka akan ditakuti oleh Brimob dengan tembakan ke udara.
3. Timbulnya kecemasan di tengah masyarakat akan bahaya tsunami karena aktifitas pertambangan berada di pinggir pantai berjarak 200 meter. Apalagi Bengkulu merupakan wilayah kategori bahay tsunami
4. Perusahaan telah merubah bentuk bentang alam hutan pinggiran pantai, akibatnya angina laut semakin deras menerjang ke pemukiman penduduk
5. Pencemaran Air Sungai Numan karena tupahan minyak
6. Ancaman abrasi
7. Hilangnya fauna seperti burung, kelelawar, burung bangau, yang merupakan cirri khas Pantai Way Hawang
8. Adanya aparat Brimbob yang di sewa oleh pihak perusahaan yang membawa senjata laras panjang berkeliaran di pemukiman penduduk, kondisi ini semakin membuat masyarakat cemas dan takut. Tidak jarang mereka menembakkan senjatanya bila ada warga yang mendekat areal tambang. Padahal, berdasarkan pemantauan masyarakat wilayah 5 desa tersebut adalah wilayah aman, ini artinya Brimob belum tepat untuk di turunkan, ini melanggar aturan pengendalian massa yang menjadi standar Prosedur Tetap (Protap) Polri.

Kesimpulan
Diatas merupakan fakta-fakta pelanggaran hokum yang telah dilanggar oleh PT. SelomoroBanyu Arto. Selain itu kami juga lampirkan poin-poin penolakan pertambangangan(terlampir).
Dari hasil kajian tersebut kami menyimpulkan ada banyak sekali elanggaran hokum, dan dampak negative yang di rasakan secara langsung oleh masyarakat.
Untuk itu kami warga kecamatan Maje desa:
1. Desa Way Hawang
2. Desa Sukamenanti
3. Desa Tanjung Baru
4. Desa Tanjung Agung
5. Desa Tanjung Beringin

Meminta dengan tegas kepada Pemkab Kaur:
1. Mencabut izin pertambangan PT. Selomoro Banyu Arto karena secara tegas akmi nyatakan bahw kami menolak adanya aktifitas pertambangan di desa kami
2. Meminta ganti rugi kepada PT. Selomoro Banyu Arto karena telah merusak sumber pendapatan masyarakat, dan merusak lingkungan hidup sesuai dengan UU yang berlaku di wilayah hukum Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar