Aktivis Lingkungan Serukan Penyelamatan Sumatera

BENGKULU RPP- Para aktivis lingkungan yang tergabung dari berbagai elemen, kemarin menggelar diskusi tertutup dengan tema selamatkan sumatera dari ancaman bahaya pencemaran lingkungan dari tambang, dan praktek mafia dalam mengeluarkan izin pertambangan. Wajah suram masyarakat dan lingkungan pertambangan di gambarkan pada kisah tambang timah di Bangka Belitung, kejadian ini tentu jangan menyeret nasib rakyat di sekitar tambang yang ada di Bengkulu.
Acara diskusi yang di gelar di Permata Gading Resort di hadiri pembicara dari LSM Jalam (Jaringan Advokasi Tambang) yaitu Siti Maimunah. Peneliti LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Erwiza Erman, Direktur Walhi Bengkulu Zenzi Suhedi. Arif Gunandar Direktur Walhi Jambi dan oraganisai peduli liangkungan yang lainnya.
Dikakan Siti Maimunah aktivis Jatam, jika rakyat Bengkulu dan LSM Peduli lingkungan tidak memperhatikan dan menjaga lingkungan dari areal pertambangan maka nasibnya sama dengan Bangka Belitung selama 300 tahun ini. Pulau sumatera umumnya menjadi lahan yang empuk untuk melakukan eksploitasi khususnya Energi dan Mineral dari pertambangan. dari batu bara dari zaman Belanda yang ada di Sawah Lunto Sumatera Barat, penambanan emas di Lebong Provinsi Bengkulu. Pada akhirnya selalu merusak lingkungan dan membuat menderita masyarakat sekitar yang ditinggal oleh investor tambang.

“Saya lihat di Bengkulu ini daya rusak tambangnya semakin banyak dan menganas, mulai dari tercemarnya lingkungan akibat limbah batu bara serta limbah pasir besi,”terangnya.
Sementara itu penelita LIPI, Erwiza Erman yang mengangkat wacana kolaobrasi kejahatan dalam dunia tambang dengan penguasa otonomi daerah. Otonomi yang awalnya adalah memutus rentang kendali antara pusat dan daerah dalam admisntrasi dan kebijakan pemerintah. Sekligus mendekatkan rakyat dengan pemerintah scara langsung.
“Izin pertambangan di era otonomi daerah ini, bukannya mengurang tapi terus bertumbuhan. Berbeda dengan sebelum Onotomi daerah yang bisa mengeluarkan izin pertambangan adalah Departeman ESDM di Jakarta, kalau sekarang di setiap kabupaten/kota yang memiliki areal pertambangan sudah bisa mengeluarkan izin penambangan,”paparnya.
Erwiza Erman menybut istilah kebobrokan otonomi daerah dari bidang pertambangan yaitu, Adanya Negara dalam Negara, sehingga penguasa bisa diatur oleh pebisnis, dan meliter yaitu TNI dan Polri bisa dibayar dengan murah untuk menjaga keamanan di areal pertambangan. kekejaman ini jauh berbeda dengan kekejaman yang dilakukan pada zaman VOC jika ingin berdagangan dan membeli rempah-rempah di Indonesia harus membawa tentaranya ke Indonesia. Di zaman modern ini kata Erwiza Investor cukup membayar murah pihak meliter dan Polri untuk mengamankan bisnisnya di Indonesia khususnya di pulau Sumatera.
Sementara itu Direktur Walhi Zenzi Suhedi menyimpulkan hasil diskusi yaitu pertama semangat otonomi daerah harus di kaji ulang dan direformasi karena sudah jauh dari roh onootomi daerah itu sendiri.
Kedua investor asing masuk ke Sumatera begitu mudah karena begitu buruknya mental pemerintah dan DPRD yang mudah memberikan izin investor masuk tanpa melihat rekam jejak investor tersebut. Ketiga orang yang isa maenjadi gubernur Bengkulu adalah orang yang paling banyak memberikan kuasa izin pertambangan, tanda-tanda seperti inilah yang memperburuk Provinsi Bengkulu. (rsi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar